Jumat, 19 Juli 2013

Laporan Pendahuluan Halusinasi

LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI

I.    Masalah Utama
Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran

II.   Proses Terjadinya Masalah
A.  Definisi

·         Halusinasi adalah persepsi sensori yang muncul tanpa adanya stimulus yang meliputi semua sistem penginderaan yang terjadi saat kesadaran penuh atau baik (Stuart & Sundeen, 1991). 

·         Halusinasi adalah persepsi terhadap stimulus eksternal tanpa melibatkan sumber dari luar. Halusinasi melibatkan diantaranya indera penglihatan, pendengaran, penciuman, perasaan dan sentuhan. Halusinasi berhubungan dengan gangguan dasar organik seperti : delirium, demensia, intoksikasi atau gangguan-gangguan fungsional dan alam perasaan (mood) (Rawlins & Haecock 1989).

·         Halusinasi adalah persepsi sensorik yang muncul tanpa adanya rangsangan apapun pada panca indera seorang klien, yang terjadi dalam keadaan sadar/bangun, dasarnya penyakit organik, fungsinal, psikotik atau histerik (W.F. Maramis, 1990).


Rentang Respon Neurobiologis
Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif yang berada dalam rentang respon neurobiologis, ini merupakan respon persepsi paling maladaptif.
Klien dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca indra walaupun sebenarnya stimuli tersebut tidak ada. Sedangkan pada klien yang sehat persepsinya akurat, mampu mengidentifikasikan dan mengiterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indra (penglihatan, pendengaran, pengecapan, dan peraba).

Respon Adaptif                                                                      Respon Maladaptif

                                                           
      Fikiran logis                           Distorsi fikiran                                 Gangguan
                                                                                                            fikiran/delusi
      Persepsi akurat                     Ilusi                                                Halusinasi
      Emosi konsisten                    Emosi berlebihan/kurang                  Sulit berespon emosi
      Dengan pengalaman               Perilaku yang tidak biasa                  Perilaku disorganisasi
      Perilaku sesuai                      Menarik diri                                     Isolasi sosial
      Berhubungan sosial
(Stuart & Laraia, 1998, 2001).

Karakteristik Halusinasi
Stuart & Laraia membagi Halusinasi menjadi 7 jenis. Karakteristik dari masing-masing jenis tersebut dijelaskan sbb :
Jenis Halusinasi
Karakteristik
Pendengaran
Mendengar suara-suara atau kebisingan, paling sering suara-suar orang. Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien, sampai ke percakapan lengkap antara dua orang atau lebih tentang orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar di mana klien mendengar perkataan bahwa pasien disuruh untuk melakukan sesuatu kadang-kadang dapat membahayakan
Penglihatan
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris, gambar karton, bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bisa menyenangkan atau menakutkan seperti melihat monster
Penciuman
Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, atau feses, umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang atau demensia
Pengecapan
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses
Perabaan
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa tesentrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain
Kenesthetik
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan makanan atau pembentukan urin
Kinesthetik
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak



B.  Etiologi
Penyebab utama/pasti  dari halusinasi masih belum jelas. Ada banyak faktor yang dapat menimbukan halusinasi, meliputi faktor predisposisi dan faktor presipitasi  serta mekanisme koping.

Faktor Predisposisi
Beberapa faktor predisposisi yang berkontribusi pada munculnya respon neurobiologi seperti halusinasi antara lain :
a.    Faktor genetis : telah diketahui bahwa secara genetis skizofrenia diturunkan melalui kromoson-kromosom tertentu. Penelitian telah berfokus pada kromosom 6,13,18 dan 22 (Isaac, A, 2005). Menurut Buchanan  & Carpenter (2000) dalam Akemat (2002) di duga letak gen skizofrenia terletak di kromosom 6, dengan kontribusi genetik tambahan nomor 4, 8, 15 dan 22.
b.    Faktor neurobiologi : ditemukan bahwa korteks pre frontal dan korteks limbik pada klien skizofrenia tidak pernah berkembang penuh ditemukan juga pada klien skizofrenia terjadi penurunan volume dan fungsi yang abnormal. Neurotransmitter juga ditemukan tidak normal, khususnya dopamin, serotonin dan glutamat.
c.    Studi neurotransmiter : skizofrenia diduga juga disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan neurotransmitter. Dopamin berlebihan, tidak seimbang dengan kadar serotonin.
d.    Teori virus : paparan virus influenzae pada trimester 3 kehamilan dapat menjadi faktor predisposisi skizofrenia
e.    Faktor psikologis :  Hubungan interpersonal yang tidak harmonis, peran ganda atau peran yang bertentangan dapat menimbulkan kecemasan yang berat. Selain itu anak yang diasuh oleh ibu yang pencemas, terlalu melindungi, dingin dan tak berperasaan, sementara ayah yang mengambil jarak dengan anaknya.

Faktor Presipitasi
a.    Berlebihnya proses informasi pada sistem syaraf yang menerima dan memproses informasi di thalamus dan frontal otak.
b.    Mekanisme penghantaran listrik di syaraf terganggu (mekanisme gating abnormal)
c.    Gejala-gejala pemicu seperti kondisi kesehatan, lingkungan, sikap, dan prilaku.


Mekanisme Koping
Mekanisme koping yang sering digunakan klien dengan halusinasi meliputi :
a.    Regresi, menjadi malas beraktivitas sehari-hari.
b.    Proyeksi, mencoba menjelaskan gangguan persepsi dengan mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain atau sesuatu benda.
c.    Menarik diri, sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal
d.    Keluarga mengingkari masalah yang diingkari klien.

C.  Tanda dan Gejala
Klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi menampakkan gejala-gejala :
§  Cenderung mempunyai rasa curiga
§  Cenderung berprilaku merusak diri
§  Kurang perhatian terhadap diri dan lingkungannya
§  Tidak mampu mengambil keputusan
§  Bicara sendiri dan inkoheren
§  Tidak dapat membedakan kenyataan dan khayalan
§  Autistik
§  Sulit memulai dalam percakapan
§  Cenderung menarik diri
§  Duduk terpaku dengan pandangan mata pada satu arah tertentu
§  Tiba-tiba marah dan menyerang orang lain
§  Melakukan gerakan seperti menikmati sesuatu kadang-kadang terdapat waham
§  Agresif destruktif terhadap orang maupun benda disekitarnya
§  Menolak makan
§  Sulit tidur
§  Merasa berdosa, menyesal atau bingung terhadap halusinasinya

D.  Fase-fase Halusinasi
Halusinasi yang dialami oleh klien bisa berbeda intensitas dan keparahannya. Stuart & Laraia (2001) membagi fase halusinasi dalam 4 fase berdasarkan tingkat ansietas yang dialami dan kemampuan klien mengendalikan dirinya. Semakin berat fase halusinasi, klien semakin berat mengalami ansietas dan makin dikendalikan oleh halusinasinya.



Fase-fase Halusinasi
Fase Halusinasi
Karakteristik
Perilaku
Fase I :
Comforting
Ansietas sedang
Halusinasi menyenangkan
Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah, dan takut dan mencoba untuk berfokus pada pikiran menyenangkan untuk meredakan ansietas.

Individu mengenali bahwa pikiran-pikiran dan pengalaman sensorik berada dalam kendali kesadaran jika ansietas dapat ditangani .

Nonpsikotik
Tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai

Menggerakkan bibir tanpa suara

Pergerakan mata yang cepat

Respon verbal yang lambat jika sedang asyik

Diam dan asyik sendiri
Fase II : Condemning
Ansietas Berat
Halusinasi menjadi menjijikkan
Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan,

Klien mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan.

Klien mungkin mengalami dipermalukan oleh pengalaman sensorik dan menarik diri dari orang lain.

Psikotik ringan
Meningkatnya tanda-tanda sistem syaraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan denyut jantung, pernafasan, dan tekanan darah.

Rentang perhatian menyempit

Asyik dengan pengalaman sensorik dan kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dan realitas
Fase III :
Controling
Ansietas Berat
Pengalaman  sensori menjadi berkuasa
Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut.

Isi halusinasi menjadi menarik
Klien mungkin mengalami pengalaman kesepian jika sensori halusinasi berhenti.

Psikotik
Kemauan yang dikendalikan
Halusinasi akan lebih diikuti kesukaran berhubungan dengan orang lain

Rentang perhatian hanya beberapa detik atau menit.

Adanya tanda-tanda fisik ansietas berat : berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah
Fase IV : Conquering
Panik
Umumnya menjadi melebur dalam halusinasinya
Pengalaman sensori menjadi mengancam jika mengikuti perintah halusinasi.

Halusinasi berakhir dari beberapa jam atau hari jika tidak ada intervensi terapetik

Psikotik berat.
Perilaku teror akibat panik.

Potensi kuat suicide atau homicide.

Aktivitas fisik merefleksikan isi halusinasi seperti perilaku kekerasan, agitas, menarik diri, atau katatonia.

Tidak mampu berespon thdp perintah yang komplek.

Tidak mampu berespon lebih dari satu orang.










III. Pohon Masalah dan Analisa Data
a.   Pohon Masalah

Resiko Tinggi Menciderai diri sendiri, orang lain, & lingkungan
 



Perubahan Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran    (Core Problem)
 



Isolasi Sosial : Menarik Diri


Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah



b.   Analisa Data
NO
DATA
MASALAH KEPERAWATAN
1.
















2.

Data Subjektif:
Ø  Klien sering mendengar suara-suara orang yang mengajaknya bicara atau menyuruh-nyuruhnya, tapi klien tidak ingat lagi bunyi/kata-kata dari suara-suara itu
Ø  Klien mendengar suara itu saat sedang sendirian dan kadang juga saat sedang bersama orang lain
Ø  Klien mengatakan ia berusaha tidak mau mendengarkan suara-suara itu karena membuatnya bingung dan marah

Data Objektif:
Ø  Klien tampak bingung, berusaha mengingat isi suara-suara yang didengarnya


Data Subjektif:
Ø  Klien mengatakan ingin membantu kawan-kawannya bekerja (beres-beres) di RS, misalnya membantu menyapu atau mengepel, tapi klien malu karena kakinya sakit jadi bekerjanya jadi lambat
Ø  Klien mengatakan kakinya bengkak karena terjatuh (tapi kejadian lengkapnya klien lupa)
Ø  Klien mengatakan tidak enak dengan kawan-kawannya karena tidak bisa membantu bekerja

Data Objektif:
Ø  Kaki kanan klien tampak bengkak
Ø  Klien terlihat lesu dan murung
Ø  Sehabis makan atau kegiatan lain klien biasanya selalu duduk sendiri atau langsung masuk ke kamar
Ø  Klien jarang berinteraksi dengan kawan-kawan di ruang rawat

Perubahan Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran  

Resiko Tinggi Menciderai diri sendiri, orang lain, & lingkungan









Isolasi Sosial : Menarik Diri









Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah



IV. Masalah Keperawatan
1.    Resiko Tinggi Menciderai diri sendiri, orang lain, & lingkungan
2.    Perubahan Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran   
3.    Isolasi Sosial : Menarik Diri
4.    Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah

V.  Diagnosa Keperawatan
1.    Resiko tinggi menciderai diri sendiri, orang lain & lingkungan b.d halusinasi dengar
2.    Isolasi social: Menarik Diri  b.d harga diri rendah

VI. Rencana Keperawatan (Intervensi)
Resiko tinggi menciderai diri sendiri, orang lain & lingkungan b.d halusinasi dengar
TUM : Klien dapat mengendalikan halusinasinya sehingga tidak menciderai diri sendiri, orang lain & lingkungan
TUK 1    :             Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Intervensi
1.    Bina hubungan saling percaya :
§  Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal.
§  Perkenalkan diri dengan sopan.
§  Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang disukai klien.
§  Jelaskan tujuan pertemuan/interaksi.
§  Jujur dan menepati janji.
2.    Pertahankan kontak mata, tunjukkan rasa empati dan dorong serta berikan kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya.

TUK 2    :             Klien dapat mengenali halusinasinya.
Intervensi
1.    Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap :
5   menit setiap 1 jam
10 menit setiap 1 jam
15 menit setiap 1 jam
2.    Observasi tingkah laku klien verbal/non verbal yang b.d halusinasinya : misalnya: tertawa, menangis, bergegas pergi
3.    Bersama klien mengidentifikasi situasi yang menimbulkan dan tidak menimbulkan  halusinasi : sifat, isi, waktu dan frekuensi halusinasi.
4.    Bersama klien menentukan factor pencetus halusinasi “apa yang terjadi sebelum halusinasi”.
5.    Dorong klien mengungkapkan perasaannya ketika sedang halusinasi.

TUK 3    :             Klien dapat mengontrol halusinasinya.
Intervensi
1.    Identifikasi bersama klien tindakan apa yang dilakukan bila sedang berhalusinasi.
2.    Diskusikan cara memutus halusinasi.
3.    Dorong klien untuk menyebutkan kembali cara memutus halusinasi.
4.    Beri pujian atas upaya klien.
5.    Dorong klien memilih tindakan apa yang dilakukan.
6.    Dorong klien untuk mengikuti TAK.
7.    Beri pujian bila klien dapat melakukannya.

TUK 4    :             Klien dapat dukungan keluarga dalam mengontrol halusinasinya.
Intervensi
1.    Dorong klien untuk memberitahu keluarga ketika timbul halusinasi.
2.    Lakukan kunjungan keluarga (home visite) :
§  Kenalkan keluarga pada halusinasi klien.
§  Bantu dalam memutuskan tindakan untuk mengontrol halusinasi klien
§  Ajarkan cara merawat klien dirumah,
§  Informasikan cara memodifikasi lingkungan agar mendukung realitas
§  Dorong keluarga memanfaatkan fasilitas kesehatan dalam mengontrol halusinasi klien.

TUK 5 :  Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik untuk mengontrol halusinasinya.
Intervensi
1.    Diskusikan dengan klien tentang obat untuk (dosis, frekuensi dan manfaat obat) untuk mengontrol halusinasi.
2.    Bantu klien untuk memastikan klien telah minum obat teratur untuk mengontrol halusinasinya (dengan prinsip 5 benar : benar dosis, waktu, pasien, cara pemberian, dan obat).
3.    Motivasi klien untuk mengungkapkan perasaan setelah minumj obat.



Isolasi sosial: Menarik Diri  b.d harga diri rendah
TUM : Klien dapat berhubungan dengan orang lain tanpa rasa rendah diri.
TUK 1    :             Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki yang dapat digunakan  di RS dan rumah
Intervensi
1.    Dorong klien untuk mengekspresikan perasaan, khususnya mengenai cara klien memandang atau berpikir mengenai dirinya.
2.    Dorong klien untuk menyebutkan aspek positif yang ada pada dirinya.
3.    Perjelas berbagai kesalahan konsep individu mengenai dirinya.

TUK 2    :             Klien dapat menilai kemampuan diri dalam menyelesaikan masalah yang dapat digunakan di RS dan dirumah.
Intervensi
1.    Kaji status koping yang dimiliki klien 
§  Tentukan kapan mulai menggunakan koping tersebut sampai keadaan sekarang.
§  Gali perasaan klien  saat menggunakan koping tersebut.
2.    Diskusikan koping yang telah digunakan oleh klien dan efektivitasnya.
3.    Hindarkan memberi penilaian negative dan utamakan memberi pujian yang realistis.
4.    Diskusikan strategi koping yang lebih efektif.
5.    Gali kekuatan dan sumber kekuatan yang dimiliki klien.

TUK 3    :             Klien dapat menyusun atau merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki di RS maupun dirumah.
Intervensi
1.    Bantu klien mengidentifikasi kegiatan yang selama ini dilakukan di RS atau dirumah.
2.    Motivasi klien untuk dapat memutuskan rencana kegiatan yang akan dilaksanakan di RS atau dirumah.
3.    Beri reinforcement (+) terhadap keputusan klien terhadap rencana yang akan dibuat.
4.    Diskusikan dengan klien untuk menentukan rencana kegiatan yang akan dilakukan minimal 3 kegiatan/hari. Beri reinforcement (+) tentang rencana kegiatan yang telah dipilih klien.
5.    Bantu klien untuk menyusun kegiatan setiap hari selama 1 minggu.
6.    Bantu klien untuk menyusun kegiatan dalam 1 minggu.
7.    Diskusikan bersama klien jadwal yang telah disusun atau dibuat.
8.    Beri reinforcement (+) terhadap pencapaian klien.

TUK 4    :             Klien dapat melakukan kegiatan sesuai jadwal secara bertahap.
Intervensi
Beri contoh dalam melakukan kegiatan
1.    Dorong klien untuk mendemonstrasikan kembali kegiatan di RS misal membereskan tempat tidur, melipat pakaian.
2.    Dorong klien melaksanakan kegiatan sehari-hari sesuai jadwal.
3.    Beri reinforcement (+)  terhadap yang dilakukan klien.
4.    Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya setelah melakukan kegiatan.
5.    Beri kesempatan pada klien untuk menyampaikan manfaat yang ia rasakan setelah melakukan kegiatan.

TUK 5   :             Klien mendapatkan dukungan keluarga dalam meningkatkan harga dirinya. Dorong kunjungan teman/orang terdekat dengan keluarga.
Intervensi
1.    Anjurkan keluarga melakukan kontak dengan klien dengan sikap empati  dan apa adanya.
2.    Anjurkan keluarga untuk mengkritik yang tidak bersifat negative.
3.    Anjurkan keluarga untuk memberikan dukungan yang dapat meningkatkan harga diri klien dengan reinforcement atas hal yang dicapai klien.
4.    Anjurkan pada keluarga untuk memotivasi klien bila ada masalah :
§  Bersikap terbuka.
§  Membiarakan dengan orang lain.
§  Meminta bantuan bila tidak mau menghadapi sendiri.
5.    Anjurkan keluarga untuk menginformasikan pada klien bahwa semuaorang pasti ada kelebihan dan kekurangan.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar