LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI
I. Masalah
Utama
Perubahan
Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran
II. Proses
Terjadinya Masalah
A.
Definisi
·
Halusinasi adalah persepsi sensori yang muncul tanpa adanya
stimulus yang meliputi semua sistem penginderaan yang terjadi saat kesadaran
penuh atau baik (Stuart & Sundeen, 1991).
·
Halusinasi adalah persepsi terhadap stimulus eksternal tanpa
melibatkan sumber dari luar. Halusinasi melibatkan diantaranya indera
penglihatan, pendengaran, penciuman, perasaan dan sentuhan. Halusinasi
berhubungan dengan gangguan dasar organik seperti : delirium, demensia,
intoksikasi atau gangguan-gangguan fungsional dan alam perasaan (mood) (Rawlins
& Haecock 1989).
·
Halusinasi adalah persepsi sensorik yang muncul tanpa adanya
rangsangan apapun pada panca indera seorang klien, yang terjadi dalam keadaan
sadar/bangun, dasarnya penyakit organik, fungsinal, psikotik atau histerik
(W.F. Maramis, 1990).
Rentang Respon Neurobiologis
Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif yang berada
dalam rentang respon neurobiologis, ini merupakan respon persepsi paling
maladaptif.
Klien dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca
indra walaupun sebenarnya stimuli tersebut tidak ada. Sedangkan pada klien yang
sehat persepsinya akurat, mampu mengidentifikasikan dan mengiterpretasikan
stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indra (penglihatan,
pendengaran, pengecapan, dan peraba).
Respon Adaptif Respon Maladaptif
Fikiran logis Distorsi fikiran Gangguan
fikiran/delusi
Persepsi akurat Ilusi Halusinasi
Emosi konsisten Emosi berlebihan/kurang Sulit berespon emosi
Dengan pengalaman Perilaku yang tidak biasa Perilaku disorganisasi
Perilaku sesuai Menarik diri Isolasi
sosial
Berhubungan sosial
(Stuart & Laraia, 1998, 2001).
Karakteristik Halusinasi
Stuart & Laraia membagi Halusinasi menjadi 7 jenis. Karakteristik dari
masing-masing jenis tersebut dijelaskan sbb :
Jenis Halusinasi
|
Karakteristik
|
Pendengaran
|
Mendengar
suara-suara atau kebisingan, paling sering suara-suar orang. Suara berbentuk
kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang
klien, sampai ke percakapan lengkap antara dua orang atau lebih tentang orang
yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar di mana klien mendengar
perkataan bahwa pasien disuruh untuk melakukan sesuatu kadang-kadang dapat
membahayakan
|
Penglihatan
|
Stimulus visual
dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris, gambar karton, bayangan yang
rumit atau kompleks. Bayangan bisa menyenangkan atau menakutkan seperti
melihat monster
|
Penciuman
|
Membaui
bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, atau feses, umumnya bau-bauan
yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu sering akibat stroke, tumor,
kejang atau demensia
|
Pengecapan
|
Merasa mengecap
rasa seperti rasa darah, urin atau feses
|
Perabaan
|
Mengalami nyeri
atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa tesentrum listrik yang
datang dari tanah, benda mati atau orang lain
|
Kenesthetik
|
Merasakan
fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan makanan
atau pembentukan urin
|
Kinesthetik
|
Merasakan
pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak
|
B. Etiologi
Penyebab utama/pasti
dari halusinasi masih belum jelas. Ada
banyak faktor yang dapat menimbukan halusinasi, meliputi faktor predisposisi
dan faktor presipitasi serta mekanisme
koping.
Faktor Predisposisi
Beberapa faktor predisposisi yang berkontribusi pada munculnya respon
neurobiologi seperti halusinasi antara lain :
a.
Faktor genetis : telah diketahui
bahwa secara genetis skizofrenia diturunkan melalui kromoson-kromosom tertentu.
Penelitian telah berfokus pada kromosom 6,13,18 dan 22 (Isaac, A, 2005).
Menurut Buchanan & Carpenter (2000)
dalam Akemat (2002) di duga letak gen skizofrenia terletak di kromosom 6,
dengan kontribusi genetik tambahan nomor 4, 8, 15 dan 22.
b.
Faktor neurobiologi : ditemukan
bahwa korteks pre frontal dan korteks limbik pada klien skizofrenia tidak
pernah berkembang penuh ditemukan juga pada klien skizofrenia terjadi penurunan
volume dan fungsi yang abnormal. Neurotransmitter juga ditemukan tidak normal,
khususnya dopamin, serotonin dan glutamat.
c.
Studi neurotransmiter : skizofrenia
diduga juga disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan neurotransmitter. Dopamin
berlebihan, tidak seimbang dengan kadar serotonin.
d.
Teori virus : paparan virus
influenzae pada trimester 3 kehamilan dapat menjadi faktor predisposisi
skizofrenia
e.
Faktor psikologis : Hubungan interpersonal yang tidak harmonis,
peran ganda atau peran yang bertentangan dapat menimbulkan kecemasan yang
berat. Selain itu anak yang diasuh oleh ibu yang pencemas, terlalu melindungi,
dingin dan tak berperasaan, sementara ayah yang mengambil jarak dengan anaknya.
Faktor Presipitasi
a.
Berlebihnya
proses informasi pada sistem syaraf yang menerima dan memproses informasi di thalamus
dan frontal otak.
b.
Mekanisme
penghantaran listrik di syaraf terganggu (mekanisme gating abnormal)
c.
Gejala-gejala
pemicu seperti kondisi kesehatan, lingkungan, sikap, dan prilaku.
Mekanisme Koping
Mekanisme koping yang sering digunakan klien dengan halusinasi meliputi :
a.
Regresi, menjadi malas beraktivitas
sehari-hari.
b.
Proyeksi, mencoba menjelaskan
gangguan persepsi dengan mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain atau
sesuatu benda.
c.
Menarik diri, sulit
mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal
d.
Keluarga
mengingkari masalah yang diingkari klien.
C. Tanda dan Gejala
Klien dengan gangguan persepsi sensori :
halusinasi menampakkan gejala-gejala :
§ Cenderung mempunyai rasa curiga
§ Cenderung berprilaku merusak diri
§ Kurang perhatian terhadap diri dan lingkungannya
§ Tidak mampu mengambil keputusan
§ Bicara sendiri dan inkoheren
§ Tidak dapat membedakan kenyataan dan khayalan
§ Autistik
§ Sulit memulai dalam percakapan
§ Cenderung menarik diri
§ Duduk terpaku dengan pandangan mata pada satu arah tertentu
§ Tiba-tiba marah dan menyerang orang lain
§ Melakukan gerakan seperti menikmati sesuatu kadang-kadang
terdapat waham
§ Agresif destruktif terhadap orang maupun benda disekitarnya
§ Menolak makan
§ Sulit tidur
§ Merasa berdosa, menyesal atau bingung terhadap halusinasinya
D. Fase-fase Halusinasi
Halusinasi yang dialami oleh klien bisa berbeda intensitas
dan keparahannya. Stuart & Laraia (2001) membagi fase halusinasi dalam 4
fase berdasarkan tingkat ansietas yang dialami dan kemampuan klien
mengendalikan dirinya. Semakin berat
fase halusinasi, klien semakin berat mengalami ansietas dan makin dikendalikan
oleh halusinasinya.
Fase-fase Halusinasi
Fase Halusinasi
|
Karakteristik
|
Perilaku
|
Fase I :
Comforting
Ansietas sedang
Halusinasi menyenangkan
|
Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas,
kesepian, rasa bersalah, dan takut dan mencoba untuk berfokus pada pikiran
menyenangkan untuk meredakan ansietas.
Individu mengenali bahwa pikiran-pikiran dan pengalaman
sensorik berada dalam kendali kesadaran jika ansietas dapat ditangani .
Nonpsikotik
|
Tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai
Menggerakkan bibir tanpa suara
Pergerakan mata yang cepat
Respon verbal yang lambat jika sedang asyik
Diam dan asyik sendiri
|
Fase II : Condemning
Ansietas Berat
Halusinasi menjadi menjijikkan
|
Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan,
Klien mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk
mengambil jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan.
Klien mungkin mengalami dipermalukan oleh pengalaman
sensorik dan menarik diri dari orang lain.
Psikotik ringan
|
Meningkatnya tanda-tanda sistem syaraf otonom akibat
ansietas seperti peningkatan denyut jantung, pernafasan, dan tekanan darah.
Rentang perhatian menyempit
Asyik dengan pengalaman sensorik dan kehilangan kemampuan
membedakan halusinasi dan realitas
|
Fase III :
Controling
Ansietas Berat
Pengalaman sensori
menjadi berkuasa
|
Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi
dan menyerah pada halusinasi tersebut.
Isi halusinasi menjadi menarik
Klien mungkin mengalami pengalaman kesepian jika sensori
halusinasi berhenti.
Psikotik
|
Kemauan yang dikendalikan
Halusinasi akan lebih diikuti kesukaran berhubungan dengan
orang lain
Rentang perhatian hanya beberapa detik atau menit.
Adanya tanda-tanda fisik ansietas berat : berkeringat,
tremor, tidak mampu mematuhi perintah
|
Fase IV : Conquering
Panik
Umumnya menjadi melebur dalam halusinasinya
|
Pengalaman sensori menjadi mengancam jika mengikuti
perintah halusinasi.
Halusinasi berakhir dari beberapa jam atau hari jika tidak
ada intervensi terapetik
Psikotik berat.
|
Perilaku teror akibat panik.
Potensi kuat suicide
atau homicide.
Aktivitas fisik merefleksikan isi halusinasi seperti
perilaku kekerasan, agitas, menarik diri, atau katatonia.
Tidak mampu berespon thdp perintah yang
komplek.
Tidak mampu berespon lebih dari satu orang.
|
III. Pohon
Masalah dan Analisa Data
a. Pohon Masalah
Resiko Tinggi Menciderai diri sendiri,
orang lain, & lingkungan
Perubahan
Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran
(Core Problem)
Isolasi Sosial : Menarik Diri
Gangguan Konsep Diri
: Harga Diri Rendah
b.
Analisa Data
NO
|
DATA
|
MASALAH KEPERAWATAN
|
1.
2.
|
Data Subjektif:
Ø Klien sering mendengar suara-suara orang
yang mengajaknya bicara atau menyuruh-nyuruhnya, tapi klien tidak ingat lagi
bunyi/kata-kata dari suara-suara itu
Ø Klien mendengar suara itu saat sedang
sendirian dan kadang juga saat sedang bersama orang lain
Ø Klien mengatakan ia berusaha tidak mau
mendengarkan suara-suara itu karena membuatnya bingung dan marah
Data Objektif:
Ø Klien tampak bingung, berusaha mengingat
isi suara-suara yang didengarnya
Data Subjektif:
Ø Klien mengatakan ingin membantu
kawan-kawannya bekerja (beres-beres) di RS, misalnya membantu menyapu atau
mengepel, tapi klien malu karena kakinya sakit jadi bekerjanya jadi lambat
Ø Klien mengatakan kakinya bengkak karena
terjatuh (tapi kejadian lengkapnya klien lupa)
Ø Klien mengatakan tidak enak dengan
kawan-kawannya karena tidak bisa membantu bekerja
Data Objektif:
Ø Kaki kanan klien tampak bengkak
Ø Klien terlihat lesu dan murung
Ø Sehabis makan atau kegiatan lain klien
biasanya selalu duduk sendiri atau langsung masuk ke kamar
Ø Klien jarang berinteraksi dengan
kawan-kawan di ruang rawat
|
Perubahan Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran
Resiko Tinggi Menciderai diri sendiri, orang lain, &
lingkungan
Isolasi Sosial : Menarik Diri
Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah
|
IV. Masalah Keperawatan
1. Resiko Tinggi Menciderai diri sendiri,
orang lain, & lingkungan
2. Perubahan Persepsi Sensori: Halusinasi
Pendengaran
3. Isolasi Sosial : Menarik Diri
4. Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah
V. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi menciderai diri sendiri,
orang lain & lingkungan b.d halusinasi dengar
2.
Isolasi social: Menarik Diri b.d harga diri rendah
VI. Rencana Keperawatan (Intervensi)
Resiko tinggi menciderai diri
sendiri, orang lain & lingkungan b.d halusinasi dengar
TUM : Klien dapat mengendalikan
halusinasinya sehingga tidak menciderai diri sendiri, orang lain &
lingkungan
TUK 1 : Klien dapat membina hubungan
saling percaya.
Intervensi
1.
Bina
hubungan saling percaya :
§ Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal.
§ Perkenalkan diri dengan sopan.
§ Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang disukai klien.
§ Jelaskan tujuan pertemuan/interaksi.
§ Jujur dan menepati janji.
2.
Pertahankan
kontak mata, tunjukkan rasa empati dan dorong serta berikan kesempatan klien
untuk mengungkapkan perasaannya.
TUK 2 : Klien dapat mengenali halusinasinya.
Intervensi
1.
Adakan
kontak sering dan singkat secara bertahap :
5 menit setiap 1 jam
10 menit setiap 1 jam
15 menit setiap 1 jam
2.
Observasi
tingkah laku klien verbal/non verbal yang b.d halusinasinya : misalnya:
tertawa, menangis, bergegas pergi
3.
Bersama
klien mengidentifikasi situasi yang menimbulkan dan tidak menimbulkan halusinasi : sifat, isi, waktu dan frekuensi
halusinasi.
4.
Bersama
klien menentukan factor pencetus halusinasi “apa yang terjadi sebelum
halusinasi”.
5.
Dorong
klien mengungkapkan perasaannya ketika sedang halusinasi.
TUK 3 : Klien dapat mengontrol halusinasinya.
Intervensi
1.
Identifikasi
bersama klien tindakan apa yang dilakukan bila sedang berhalusinasi.
2.
Diskusikan
cara memutus halusinasi.
3.
Dorong
klien untuk menyebutkan kembali cara memutus halusinasi.
4.
Beri
pujian atas upaya klien.
5.
Dorong
klien memilih tindakan apa yang dilakukan.
6.
Dorong
klien untuk mengikuti TAK.
7.
Beri
pujian bila klien dapat melakukannya.
TUK 4 : Klien
dapat dukungan keluarga dalam mengontrol halusinasinya.
Intervensi
1.
Dorong
klien untuk memberitahu keluarga ketika timbul halusinasi.
2.
Lakukan
kunjungan keluarga (home visite) :
§ Kenalkan keluarga pada halusinasi klien.
§ Bantu dalam memutuskan tindakan untuk mengontrol halusinasi
klien
§ Ajarkan cara merawat klien dirumah,
§ Informasikan cara memodifikasi lingkungan agar mendukung
realitas
§ Dorong keluarga memanfaatkan fasilitas kesehatan dalam
mengontrol halusinasi klien.
TUK 5 : Klien dapat memanfaatkan obat
dengan baik untuk mengontrol halusinasinya.
Intervensi
1.
Diskusikan
dengan klien tentang obat untuk (dosis, frekuensi dan manfaat obat) untuk
mengontrol halusinasi.
2.
Bantu
klien untuk memastikan klien telah minum obat teratur untuk mengontrol
halusinasinya (dengan prinsip 5 benar : benar dosis, waktu, pasien, cara
pemberian, dan obat).
3.
Motivasi
klien untuk mengungkapkan perasaan setelah minumj obat.
Isolasi sosial: Menarik
Diri b.d harga diri rendah
TUM : Klien dapat berhubungan dengan orang lain tanpa rasa rendah diri.
TUK 1 : Klien
dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki yang dapat
digunakan di RS dan rumah
Intervensi
1.
Dorong
klien untuk mengekspresikan perasaan, khususnya mengenai cara klien memandang
atau berpikir mengenai dirinya.
2.
Dorong
klien untuk menyebutkan aspek positif yang ada pada dirinya.
3.
Perjelas
berbagai kesalahan konsep individu mengenai dirinya.
TUK 2 : Klien dapat menilai kemampuan diri dalam menyelesaikan
masalah yang dapat digunakan di RS dan dirumah.
Intervensi
1.
Kaji
status koping yang dimiliki klien
§ Tentukan kapan mulai menggunakan koping tersebut sampai
keadaan sekarang.
§ Gali perasaan klien
saat menggunakan koping tersebut.
2.
Diskusikan
koping yang telah digunakan oleh klien dan efektivitasnya.
3.
Hindarkan
memberi penilaian negative dan utamakan memberi pujian yang realistis.
4.
Diskusikan
strategi koping yang lebih efektif.
5.
Gali
kekuatan dan sumber kekuatan yang dimiliki klien.
TUK 3 :
Klien dapat menyusun
atau merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki di RS maupun
dirumah.
Intervensi
1.
Bantu
klien mengidentifikasi kegiatan yang selama ini dilakukan di RS atau dirumah.
2.
Motivasi
klien untuk dapat memutuskan rencana kegiatan yang akan dilaksanakan di RS atau
dirumah.
3.
Beri
reinforcement (+) terhadap keputusan klien terhadap rencana yang akan dibuat.
4.
Diskusikan
dengan klien untuk menentukan rencana kegiatan yang akan dilakukan minimal 3
kegiatan/hari. Beri reinforcement (+) tentang rencana kegiatan yang telah
dipilih klien.
5.
Bantu
klien untuk menyusun kegiatan setiap hari selama 1 minggu.
6.
Bantu
klien untuk menyusun kegiatan dalam 1 minggu.
7.
Diskusikan
bersama klien jadwal yang telah disusun atau dibuat.
8.
Beri
reinforcement (+) terhadap pencapaian klien.
TUK 4 : Klien dapat melakukan kegiatan sesuai jadwal secara
bertahap.
Intervensi
Beri contoh dalam melakukan kegiatan
1.
Dorong
klien untuk mendemonstrasikan kembali kegiatan di RS misal membereskan tempat
tidur, melipat pakaian.
2.
Dorong
klien melaksanakan kegiatan sehari-hari sesuai jadwal.
3.
Beri
reinforcement (+) terhadap yang
dilakukan klien.
4.
Beri
kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya setelah melakukan kegiatan.
5.
Beri
kesempatan pada klien untuk menyampaikan manfaat yang ia rasakan setelah
melakukan kegiatan.
TUK 5 : Klien
mendapatkan dukungan keluarga dalam meningkatkan harga dirinya. Dorong
kunjungan teman/orang terdekat dengan keluarga.
Intervensi
1.
Anjurkan keluarga
melakukan kontak dengan klien dengan sikap empati dan apa adanya.
2.
Anjurkan
keluarga untuk mengkritik yang tidak bersifat negative.
3.
Anjurkan
keluarga untuk memberikan dukungan yang dapat meningkatkan harga diri klien
dengan reinforcement atas hal yang dicapai klien.
4.
Anjurkan
pada keluarga untuk memotivasi klien bila ada masalah :
§ Bersikap terbuka.
§ Membiarakan dengan orang lain.
§
Meminta bantuan bila tidak mau menghadapi sendiri.
5. Anjurkan keluarga untuk menginformasikan
pada klien bahwa semuaorang pasti ada kelebihan dan kekurangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar