LAPORAN
PENYULUHAN
PERAN SERTA
KELUARGA DALAM MERAWAT KLIEN
ISOLASI SOSIAL
DI RSJ. Dr. ERNALDI BAHAR PALEMBANG
Diajukan Oleh:
Very Julius wijaya
Okta syilva
Megawati
Recha rentani
PROGRAM STUDY DIPLOMA III KEPERAWATAN
STIKES MUHAMMADIYAH PALEMBANG
TAHUN AKADEMIK 2012/2013
SAP
SATUAN
ACARA PENYULUHAN
A. Topik : Peran serta keluarga pada klien dengan isolasi social (isos) dan penatalaksanaannya.
B. Sub
topic
: Isolasi Sosial
C. Hari /
tanggal : Senin 2 mei 2013
D.
Waktu
: 08:30
E.
Sasaran
: Keluarga Klien dan klien
F.
Pelaksana
: Mahasiswa
G.
Tempat
: di ruang tunggu di RSJ. Dr. ERNALDI
BAHAR PALEMBANG .
H. Tujuan
a.
TIU : Setelah
dilakukan penyuluhan selama 15 menit diharapkan keluarga klien dapat berinteraksi dengan orang lain secara optimal.
b.
TIK : Setelah
dilakukan penyuluhan selama 30 menit
keluarga klien klien dan keluarga diharapkan dapat mampu memahami :
1. Mengetahui pengertian isolasi sosial
2. Mengetahui penyebab menarik diri
3. Mengetahui tanda dan gejala isolasi social
4.
mengetahui sumberkoping dari isolasi social?
5. mengetahui mekanisme koping isolasi social ?
6. mengetahui
Peran serta keluarga dalam merawat klien Menarik Diri?
7. Mengetahui penatalaksanaan isolasi sosial
I. Latar
Belakang
Menarik diri (withdrawal) adalah suatu tindakan melepaskan diri, baik perhatian
maupun minatnya terhadap lingkungan sosial secara langsung ( isolasi diri ).
Pada mulanya klien merasa dirinya tidak berharga lagi sehingga merasa tidak
aman dalam berhubungan dengan orang lain.
Pada klien dengan menarik diri diperlukan rangsangan/ stimulus yang adequat untuk memulihkan keadaan yang stabil. Stimulus yang positif dan terus menerus dapat dilakukan oleh perawat. Apabila stimulus tidak dilakukan / diberikan kepada klien tetap menarik diri yang akhirnya dapat mengalami halusinasi, kebersihan diri kurang dan kegiatan hidup sehari –hari kurang adequat.
Pada klien dengan menarik diri diperlukan rangsangan/ stimulus yang adequat untuk memulihkan keadaan yang stabil. Stimulus yang positif dan terus menerus dapat dilakukan oleh perawat. Apabila stimulus tidak dilakukan / diberikan kepada klien tetap menarik diri yang akhirnya dapat mengalami halusinasi, kebersihan diri kurang dan kegiatan hidup sehari –hari kurang adequat.
J. Seleksi pasien dan keluarga
Proses
seleksi yang dilakukan dengan cara :
1. Hasil pengamatan sehari-hari
2. Informasi dari perawat ruangan
3. Status kesehatan pasien
4. Pasien dan keluarga yang
kooperatif
5. Pasien dengan defisit perawatan
diri
Nama Klien dan Keluargan Klien
No
|
Nama Klien
|
Nama Keluarga Klien
|
1.
|
Nn. A
|
Ny. D
|
2.
|
Sdr. B
|
Ny. E
|
3.
|
Sdr. C
|
Tn. F
|
K. Jaduwal Kegiatan
1. Tempat pelaksanaan pendidikan
kesehatan : Bangsal merak RSJ
ernadi bahar Palembang
2. Lama pelaksanaan pendidikan
kesehatan
: 30 menit (08.00 – 08.30 )
3. Waktu pelaksanaan pendidikan
kesehatan
:
L. Metode Pelaksanaan
: Ceramah dan Tanya jawab
M. Media dan
Alat
: Lieflet, dan lembar balik
N. Pengorganisasian
1. Penyuluh
: Very
Julius Wijaya
2. Fasilitator : okta syilvia
3. Observer : Recha rentani
4. dokumentasi
: megawati
O. Setting Tempat
P
F & K
O
|
Keterangan :
P : Penyuluh
F : Fasilitator
D: dokumentasi
K : Keluarga
O : Observer
P. Strategi dan Pelaksanaan
No.
|
WAKTU
|
KEGIATAN PENYULUHAN
|
RESPON
|
TTD
|
1.
|
5. Menit
|
Pre interaksi
a. Memberi salam
b. Memperkenalkan diri
c. Menjelaskan maksud dan tujuan
d. Menanyakan kesiapan pasien
e. Memilih media yang sesuai (telah disiapkan)
|
- Menjawab salam
- Mendengarkan
|
|
2.
|
25.Menit
|
Interaksi
a. Menjelaska
tentang pengertian dari isolasi social
b. Menjelasklan tentang apa saja penyebab dari menarik diri
c. Menjelaskan
tentang tanda dan gejala dari isolasi social
d. Menjelaska tentang keuntuntungan berhubungan dengan orang lain
dan kerugian berhubungan dengan orang lain
e. Menjelaskan tentang penatalaksanaan isolasi sosial
|
- Keluarga
klien mendengarkan dan memperhatikan penjelasan seputar isolasi social.
|
|
3.
|
5. Menit
|
Terminasi
a. Merapikan alat
b. Menyimpulkan hasil penyuluhan kesehatan
c. Evaluasi keberhasilan penyuluhan kesehatan
d. Memberikan saran
e. Salam penutup .
|
- Keluarga klien dapat menjawab pertanyaan yang diberikan oleh
penyuluh.
|
Q. Evaluasi
1. Apa pengertian dari isolasi sosial ?
2. Apa saja
penyebab dari menarik diri ?
3. Apa tanda dan gejala dari isolasi sosial ?
4. apa saja
sumberkoping dari isolasi social?
5. apa mekanisme koping isolasi social ?
6. Peran
serta keluarga dalam merawat klien isolasi
social ?
7. Sebutkan penatalaksanaan isolasi sosial?
LAMPIRAN MATERI
A. Pengertian
Isolasi
social adalah suatu keadaaan kesepian yang diekspresikan oleh individu dan
dirasakan sebagai hal yang ditimbulkan oleh orang lain dan sebagai suatu
keadaan negative yang mengancam. ( Mary C. Townsend, Diagnose Keperawatan.
Psikiatri, 1998).
Isolasi social adalah suatu keadaan pasien yang mengalami
ketidakmampuan untuk mengadakan hubungan dengan orang lain atau dengan
lingkungan.
` isolasi
social adalah Suatu sikap dimana individu menghindari diri dari interaksi
dengan orang lain. Individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak
mempunyai kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran, prestasi, atau kegagalan.
Ia mempunyai kesulitan untuk berhubungan secara spontan dengan orang lain, yang
dimanifestasikan dengan sikap memisahkan diri, tidak ada perhatian, dan tidak
sanggup membagi pengamatan dengan orang lain. (Balitbang, dalam Fitria, 2010,
hlm. 29
B. Penyebab dari menarik diri
1. Faktor predisposisi
Kegagalan
perkembangan yang dapat mngakibatkan individu tidak percaya diri, tidak percaya
orang lain, ragu takut salah, putus asa terhadap hubungan dengan orang lain,
menghindar dari orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan, dan merasa
tertekan.
Menurut Fitria (2009,
hlm. 33-35) ada empat faktor predisposisi yang menyebabkan Isolasi Sosial,
diantaranya:
1. Faktor Tumbuh Kembang
Pada setiap tahapan tumbuh
kembang individu ada tugas perkembangan yang harus dipenuhi agar tidak terjadi
gangguan dalam hubungan sosial. Bila tugas perkembangan tidak terpenuhi maka
akan menghambat fase perkembangan sosial yang nantinya akan dapat menimbulkan
masalah sosial.
Dibawah
ini akan dijelaskan tahap perkembangan serta tugas perkembangan, lihat tabel
2.1 dibawah ini:
Tahap
Perkembangan
|
Tugas
|
Masa
Bayi
|
Menetapkan
rasa percaya.
|
Masa
Bermain
|
Mengembangkan
otonomi dan awal perilaku mandiri
|
Masa
Prasekolah
|
Belajar
menunjukan inisiatif, rasa tanggung jawab, dan hati nurani
|
Masa
Sekolah
|
Belajar
berkompetisi, bekerja sama, dan berkompromi
|
Masa
Praremaja
|
Menjalin
hubungan intim dengan teman sesama jenis kelamin
|
Masa
Dewasa Muda
|
Menjadi
saling bergantung antara orang tua dan teman, mencari pasangan, menikah, dan
mempunyai anak
|
Masa
Tengah Baya
|
Belajar
menerima hasilkehidupan yang sudah dilalui
|
Masa
Dewasa Tua
|
Berduka
karena kehilangan dan mengembangkan perasaan keterkaitan dengan budaya
|
2.Faktor Sosial Budaya
Isolasi
sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial merupakan suatu faktor
pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Hal ini disebabkan oleh
norma-norma yang salah dianut oleh keluarga di mana setiap anggota keluarga
yang tidak produktif seperti lanjut usia, penyakit kronis, dan penyandang cacat
diasingkan dari lingkungan sosialnya.
3. Faktor Biologis
Faktor biologis juga merupakan salah satu
faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Organ tubuh yang
dapat mempengaruhi terjadinya gangguan hubungan sosial adalah otak, misalnya
pada klien skizofrenia yang mengalami masalah dalam hubungan sosial memiliki
struktur yang abnormal pada otak seperti atropi otak, serta perubahan ukuran
dan bentuk sel sel dalam limbik dan daerah kortikal.
4. Faktor Komunikasi dalam
Keluarga
Gangguan komunikasi dalam keluarga
merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Dalam
teori ini yang termasuk dalam masalah berkomunikasi sehingga menimbulkan
ketidakjelasan yaitu suatu keadaan dimana seorang anggota keluarga menerima
pesan yang saling bertentangan dalam waktu bersama atau ekspresi emosi yang
tinggi dalam keluarga yang menghambat untuk berhubungan dengan lingkungan
diluar keluarga.
2. Faktor presipitasi
Dari
factor sosio kulturalkarena menurunnya stabilitas keluarga dan berpisah dengan
orang yang terdekat atau kegagalan orang lain untuk bergantung, merasa tidak berarti
dalam keluarga sehingga menyebabkan klien berespon menghindar dengan menarik
diri dengan lingkungan.
Menurut Stuart (2007, hlm. 280)
faktor presipitasi atau stresor pencetus pada umumnya mencakup peristiwa
kehidupan yang menimbulkan stres seperti kehilangan, yang memenuhi kemampuan
individu berhubungan dengan orang lain dan menyebabkan ansietas. Faktor
pencetus dapat dikelompokkan dalam dua kategori yaitu sebagai berikut:
1. Stresor
Sosiokultural. Stress dapat ditimbulkan oleh menurunnya stabilitas unit
keluarga dan berpisah dari orang
yang berarti.
2. Stresor
Psikologi. Tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat atau kegagalan orang lain untuk memenuhi kebutuhan.
C. Tanda dan
Gejala
1. Apatis, ekspresi sedih.
2. Menghindari
orang lain (menyendiri), klien tampak memisahkan diri dari orang lain, misalnya
pada saat makan.
3. Komunikasi
kurang atau tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien lain, misalnya pada saat makan.
4. Tidak ada
kontak mata, klien lebih sering menunduk.
5. Berdiam
diri dikamar/tempat terpisah. Klien kurang mobilitasnya.
6. Menolak
berhubungan dengan orang lain. Klien memutuskan percakapan
atau pergi jika
diajak bercakap-cakap.
7. Tidak
melakukan kegiatan sehari-hari. Artinya perawatan diri dan kegiatan rumah tangga sehari-hari
tidak dilakukan.
8. Posisi
janin pada saat tidur.
9. Tidak
mampu membuat keputusan.dan berkonsentrasi.
D. Sumber Koping
Menurut
Stuart (2007, hlm. 280) sumber koping yang berhubungan dengan respon sosial
maladaptif adalah sebagai berikut :
1. Keterlibatan
dalam hubungan keluarga yang luas dan teman.
2. Hubungan
dengan hewan peliharaan yaitu dengan mencurahkan perhatian pada hewan peliharaan.
3. Penggunaan
kreativitas untuk mengekspresikan stres interpersonal (misalnya: kesenian, musik, atau tulisan)
Menurut Stuart & Laraia (2005, hlm.
432) terkadang ada beberapa orang yang ketika ada masalah mereka mendapat
dukungan dari keluarga dan teman yang membantunya dalam mencari jalan keluar,
tetapi ada juga sebagian orang yang memiliki masalah, tetapi menghadapinya
dengan menyendiri dan tidak mau menceritakan kepada siapapun, termasuk keluarga
dan temannya
E. Mekanisme Koping
Menurut Stuart (2007, hlm. 281)
individu yang mengalami respon sosial maladaptif menggunakan berbagai mekanisme
dalam upaya untuk mengatasi ansietas.
Mekanisme
tersebut berkaitan dengan dua jenis masalah hubungan yang spesifik yaitu
sebagai berikut:
1) Koping
yang berhubungan dengan gangguan kepribadian antisosial
a. Proyeksi merupakan keinginan yang
tidak dapat ditoleransi, mencurahkan emosi kepada orang lain karena kesalahan sendiri.
(Rasmun, 2004, hlm. 35)
b. Spliting atau memisah merupakan
kegagalan individu dalam menginterpretasikan dirinya
dalam menilai baik buruk. (Rasmun, 2004, hlm. 36)
2) Koping
yang berhubungan dengan gangguan kepribadian ambang
v
Splitting
v
Formasi reaksi
v
Proyeksi
v
Isolasi merupakan perilaku yang menunjukan
pengasingan diri dari lingkungan dan orang lain. (Rasmun, 2004, hlm. 32)
v
Idealisasi orang lain
v
Merendahkan orang lain
v
Identifikasi proyeksi
Berdasarkan
bagan diatas respon sosial pada pasien dengan isolasi sosial dibagi menjadi
respon adaptif dan respon maladaptif :
1.
Respon
Adaptif
Respon adaptif
adalah respon yang masih dapat diterima oleh norma-norma sosial dan kebudayaan
secara umum yang berlaku. Menurut Fitria (2009, hlm. 32) yang termasuk respon
adaptif adalah sebagai berikut:
a. Menyendiri,
merupakan respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang telah terjadi dilingkungan sosialnya.
b. Otonomi,
merupakan kemampuan individu untuk menentukan dab menyampaikan ide, pikiran, dan perasaan dalam hubungan
sosial.
c. Bekerja
sama, merupakan kemampuan individu yang saling membutuhkan orang lain.
d. Interdependen,
saling ketergantungan antara individu dengan orang lain dalam membina hubungan interpersonal.
2.
Respon Maladaptif
Respon yang diberikan individu
menyimpang dari norma sosial. Yang termasuk kedalam rentang respon maladaptif
adalah sebagai berikut:
a.
Menarik Diri
Seseorang
yang mengalami kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka dengan orang
lain.
b.
Ketergantungan
Seseorang
gagal mengembangkan rasa percaya diri sehingga tergantung dengan orang lain.
c.
Manipulasi
Seseorang
yang mengganggu orang lain sebagai objek individu sehingga tidak dapat menerima
hubungan sosial secara mendalam.
d.
Curiga
Seseorang
gagal dalam mengembangkan rasa percaya terhadap orang lain.
F. Peran serta keluarga dalam merawat klien isos
Keluarga
Penting Artinya dalam perawatan dan penyembuhan pasien,keluarga pember
perawatan utama dalam pemenuhan kebutuhan dasar dan mengoptimalkan ketenangan
jiwa bagi pasien.
Tujuan Perawatan adalah :
·
Meningkatkan
Kemandirian Pasien
·
Pengoptimalan
peran dalam masyarakat
·
Meningkatkan
kemampuan memecahkan masalah
Perawatan Dirumah
Yang Dapat Dilakukan Oleh Keluarga
v Memenuhi kebutuhan sehari-hari
v Bantu dan perhatikan pemenuhan kebutuhan makan, minum, kebersihan diri dan penampilan
v Latih dan libatkan klien dalam kegiatan sehari-hari (cuci pakaian, setrika,
menyapu, dll)
v Bantu komunikasi dengan teratur
v Bicara jelas dan singkat
v Kontak / bicara secara teratur
v Pertahankan tatap mata secara teratur
v Lakukan sentuhan yang akrab
v Sabar, lembut, tidak terburu-buru
v Hindari kecemasan pada klien
Libatkan dalam
Kelompok
v Beri kesempatan untuk menonton TV, mendengarkan music, membaca
buku, dll
v Sediakan peralatan pribadi seperti tempat tidur, almari, dll
v Pertemuan keluarga secara teratur
v Menyendiri bisa menimbulkan gangguan jiwa lain yaitu halusinasi (
merasa mendengar bisikan, merasa melihat bayangan, merasa ada yang meraba,
merasa mencium bau, yang semua itu sebenarnya tidak ada.
H. Penatalaksanaan
1. Bina hubungan saling percaya
2. Interaksi sering dan singkat
3. Dengarkan dengan sikap empati
4. Beri umpan balik yang positif
5. Jujur dan menepati semua janji
6. Bimbing klien untuk
meningkatkan hubungan sosial secara bertahap
7. Berikan pujian saat klien mampu
berinteraksi dengan orang lain
8. Diskusikan dengan keluarga
untuk mengaktifkan support system yang ada
9. Kolaborasi dengan dokter
tentang pemberian obat anti depresan
I. Penatalaksanaan
Medis
Penatalaksanaan medis untuk pasien dengan gangguan jiwa dibagi
berdasarkan dua metode, yaitu sebagai berikut
a.
Metode Biologik
Metode
biologik yang digunakan pada pasien dengan isolasi sosial adalah sebagai
berikut:
1.
Terapi Psikofarmaka
Terapi psikofarmaka yang akan
diberikan ditujukan pada gangguan fungsi neurotransmitter sehingga
gejala-gejala klinis dapat dihilangkan atau dengan kata lain skizofrenia dapat
diobati (Hawari,2006, hlm. 96). Obat antipsikotik terpilih untuk skizofrenia
terbagi dalam dua golongan (Hawari, 2006, hlm. 97-99) yaitu antipsikotik
tipikal (Klorpromazim, Trifluferazin, Haloperidol) dan antipsikotik atipikal
(Klozapin, Risperidon). Antipsikotik golongan tipikal tersebut bekerja dengan
memblokir reseptor dopamin terpilih, baik diarea striatal maupun limbik di otak
dan antipsikoti atipikal menghasilkan reseptor dopamin dan serotonin selektif
yang menghambat sistem limbik. Memberikan efek antipsikotik (gejala positif)
dan mengurangi gejala negatif.
2. Menurut
Doenges (2007, hlm.253) prosedur diagnostik yang digunakan untuk mendeteksi
fungsi otak pada penderita gangguan jiwa adalah sebagai berikut:
a. Coputerized
Tomografi (CT Scan)
Induvidu
dengan gejala negatif seringkali menunjukkan abnormalitas struktur otak dalam
sebuah hasil CT scan. (Townsend, 2003, hlm. 318)
B. Magnetik Resonance
Imaging (MRI)
Mengukur
anatomi dan status biokimia dari berbagai segmen otak.
C.Positron Emission Tomography
Mengukur
fungsi otak secara spesifik seperti metabolisme glukosa, aliran darah terutama
yang terkait dengan psikiatri.
2.
Elektroconvulsif
Therapy (ECT)
Digunakan
untuk pasien yang mengalami depresi. Pengobatan dengan ECT dilakukan 2 sampai 3
kali per minggu dengan total 6 sampai 12 kali pengobatan. (Townsend, 2003, hlm.316)
b.
Metode
Psikososial
Menurut
Hawari (2006, hlm. 105-111) ada beberapa terapi untuk pasien skizofrenia,
diantaranya adalah sebagai berikut:
1.
Psikoterapi
Psikoterapi
pada penderita skizofrenia baru dapat diberikan apabila penderita dengan terapi
psikofarmaka sudah mencapai tahapan dimana kemampuan menilai realitas sudah
kembali pulih dan pemahaman diri sudah baik. (Hawari, 2006, hlm. 105)
2.
Terapi
Psikososial
Dengan
terapi psikososial ini dimaksudkan agar penderita mampu kembali beradaptasi
dengan lingkungan sosial sekitarnya dan mampu merawat diri, mampu mandiri tidak
bergantung pada orang lain sehingga tidak menjadi beban bagi keluarga dan
masyarakat. (Hawari, 2006, hlm. 108-109)
3.
Terapi
Psikoreligius
Terapi
keagamaan terhadap penderita skizofrenia ternyata mempunyai manfaat.
Diantaranya yaitu gejala-gejala klinis gangguan jiwa lebih cepat hilang,
lamanya perawatan lebih pendek, hendaya lebih cepat teratasi, dan lebih cepat
dalam beradaptasi dengan lingkungan. Terapi keagamaan yang dimaksud adalah berupa
kegiatan ritual keagamaan seperti sembahyang, berdoa, shalat, ceramah
keagamaan, kajian kitab suci dan lain sebagainya. (Hawari, 2006, hlm. 110-111)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar